Sudarman,SE Anggota DPRD Fraksi Golkar
Lima Puluh // Harian Swara Jiwa // Polemik kewajiban kebun plasma oleh PT. Socfindo tampaknya belum juga menemukan titik terang. Setelah sebelumnya Kepala Desa Sumber Makmur dan Camat Lima Puluh menyuarakan keresahan warga, kini giliran anggota DPRD Kabupaten Batu Bara dari Fraksi Golkar, Sudarman, yang angkat bicara dengan nada tajam dan penuh keprihatinan.
Dalam pernyataan resminya, Sudarman mengaku geram melihat lambatnya realisasi kebun plasma bagi masyarakat sekitar.
“Kondisi ini bukan hanya menimbulkan keresahan, tapi juga memperlebar jurang sosial dan ekonomi antara perusahaan dan warga lokal,” ujarnya dengan nada kecewa. Dilansir dari Jangkau.com
Suasana hatinya jelas menggambarkan kekecewaan mendalam. Baginya, ini bukan lagi sekadar masalah administrasi, melainkan bentuk ketidakadilan struktural yang menekan masyarakat di tanah mereka sendiri.
Politisi Golkar itu menegaskan, aturan soal plasma bukan bahan diskusi, melainkan kewajiban mutlak yang harus dijalankan oleh setiap perusahaan perkebunan.
“Kewajiban pembangunan kebun masyarakat 20% dari total HGU sudah jelas diatur dalam Pasal 58 UU Cipta Kerja. Bahkan Kementerian ATR/BPN saat RDP di Komisi II DPR RI sudah menegaskan — plasma itu harus berada di dalam HGU, bukan di luar, bukan di awang-awang,” sindir Sudarman dengan tegas.
Namun, ironisnya, dari laporan warga dan hasil tinjauan lapangan di sekitar HGU Perkebunan Tanah Gambus milik PT. Socfindo, kewajiban tersebut tampak seperti janji manis yang terus diulang tapi tak pernah ditepati.
“Terlambatnya realisasi plasma ini sudah bisa disebut sebagai bentuk kelalaian terhadap kemitraan usaha perkebunan,” tegasnya lagi.
Nada bicaranya makin meninggi. Ia menantang PT. Socfindo untuk berhenti bersembunyi di balik narasi-narasi manis dan mulai bersikap terbuka terhadap publik.
“Kami minta Socfindo segera buka data kemitraan secara transparan dan susun rencana aksi nyata — bukan hanya di atas kertas — agar masyarakat sekitar HGU benar-benar merasakan keadilan,” katanya.
Sudarman bahkan mengajak insan pers untuk ikut “menyala”, menjadi mata dan telinga rakyat dalam mengawal isu plasma ini.
“Pers harus berani mengawasi dan memberitakan situasi ini agar publik tahu siapa yang benar-benar berpihak kepada rakyat,” ujarnya lantang.
Dan di penghujung pernyataannya, Sudarman menutup dengan kalimat yang menampar halus tapi menohok keras, seolah menjadi pesan moral bagi seluruh pihak terkait:
“Hak masyarakat atas kebun plasma itu bukan bantuan sosial, bukan sedekah perusahaan. Itu kewajiban hukum yang harus dipenuhi. Jangan sampai rakyat terus disuguhi janji tanpa realisasi.”
Sebuah pesan yang tak sekadar mengingatkan, tapi juga mengguncang nurani — bahwa plasma bukan sedekah, melainkan hak rakyat yang dijamin oleh undang-undang. (Red/James Panjaitan)
0 komentar:
Posting Komentar