SIDIKALANG, Dairi // Harian Swara Jiwa //
Di tengah gencarnya Pemerintah Kabupaten Dairi menggaungkan semangat investasi dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi investor untuk menanamkan modal di wilayahnya, justru salah satu perusahaan raksasa yang telah lama beroperasi di sektor tambang, PT Dairi Prima Mineral (DPM), dinilai belum menunjukkan keseriusan dalam mengurus dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat utama keberlanjutan operasionalnya.
Perusahaan tambang seng dan timbal ini merupakan pemegang Kontrak Karya Generasi VII berdasarkan perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Pusat melalui Surat Persetujuan Presiden Nomor B.53/PRES/1/1998 tertanggal 19 Januari 1998. Wilayah kontrak karya PT DPM mencakup Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, sebagian Aceh Singkil, serta wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Namun, setelah hampir satu dekade beroperasi, kegiatan perusahaan mendadak terhenti. Hal ini menyusul diterbitkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 888 Tahun 2025, yang mencabut SK Kelayakan Lingkungan Hidup Nomor SK.854/Menlhk/Setjen/PLA.4/8/2022, sehingga seluruh aktivitas operasional tambang dihentikan.
Ribuan Terdampak, Ekonomi Sekitar Tambang Melemah
Wakil Ketua Pemuda Batak Bersatu (PBB) Kabupaten Dairi, Okta Ujung, mengungkapkan keresahan masyarakat atas ketidakjelasan sikap manajemen PT DPM terhadap penyelesaian persoalan AMDAL tersebut.
“Cukup banyak karyawan PT DPM yang kini menjadi pengangguran. Belum lagi masyarakat di sekitar area tambang yang kehilangan sumber penghidupan karena dampak tidak beroperasinya perusahaan ini,” ujar Okta Ujung kepada IBNNews.id, Jumat (17/10/2025), melalui sambungan telepon.
Menurutnya, berhentinya aktivitas perusahaan tidak hanya menggerus ekonomi masyarakat di sekitar tambang, tetapi juga menimbulkan kekecewaan karena PT DPM sejatinya diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi lokal.
“Selama satu dekade beroperasi, PT DPM seharusnya menjadi pilar yang menopang perekonomian masyarakat. Namun fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya—pemberhentian operasi ini menimbulkan efek domino yang serius terhadap ekonomi rakyat,” tegasnya.
Desakan Serius dari Aktivis: Segera Urus AMDAL, Buka Lapangan Kerja
Sebagai pemerhati sosial dan budaya Kabupaten Dairi, Okta mendesak manajemen PT DPM untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap tanggung jawab lingkungan dan sosial dengan segera mengurus kembali dokumen AMDAL.
“Kami mendorong pihak manajemen PT DPM untuk serius mengurus AMDAL agar dapat kembali beroperasi sesuai aturan. Langkah ini penting, bukan hanya untuk kepentingan perusahaan, tetapi juga demi membuka kembali lapangan kerja bagi masyarakat Dairi yang saat ini tengah menghadapi tekanan ekonomi,” paparnya.
Ia juga mempertanyakan kejelasan arah investasi PT DPM di Dairi. “Kalau memang masih berkomitmen berinvestasi, tunjukkan keseriusan. Jangan biarkan masyarakat terus bertanya-tanya kapan tambang ini beroperasi kembali,” ujarnya dengan nada tegas.
Dairi Butuh Kepastian Investasi
Sikap diam dan lambannya penyelesaian izin lingkungan PT DPM dinilai bertolak belakang dengan semangat Pemerintah Kabupaten Dairi yang tengah berupaya menarik minat investor baru. Pemerintah daerah mendorong berbagai kemudahan investasi demi menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi lokal pasca-pandemi.
Namun, kasus PT DPM menjadi contoh bahwa investasi besar tanpa kepatuhan lingkungan justru dapat menimbulkan dampak sosial ekonomi yang kontraproduktif.
“Pemerintah daerah dan masyarakat kini menunggu bukti nyata, bukan janji,” tutup Okta Ujung.(clara)
0 komentar:
Posting Komentar