Medan,- Harian Swara Jiwa -Aktivis pemuda nasional Benny Ario Hasibuan menilai isu darurat militer yang ramai terkait aksi unjuk rasa akhir Agustus 2025 tidak relevan dan tidak berdasar.
Menurutnya, isu tersebut sengaja dibesar-besarkan untuk memicu keresahan publik dan berpotensi merusak hubungan harmonis antara rakyat dan TNI.
“Itu hanya dibuat-buat. Situasi masih jauh dari kondisi yang membutuhkan darurat militer,” kata Benny, Jumat (12/9/2025).
Benny menekankan bahwa TNI era reformasi telah bertransformasi menjadi tentara profesional yang tunduk pada konstitusi dan menjunjung tinggi demokrasi. “Tidak ada indikasi TNI ingin menciptakan darurat militer. Itu fitnah yang harus dihentikan,” ujarnya.
Menurut Benny, pemberlakuan darurat militer hanya bisa diputuskan Presiden dalam situasi luar biasa, bukan sekadar isu yang muncul di ruang publik. “Demo dan dinamika politik tidak bisa dijadikan alasan untuk menimbulkan ketakutan seolah negara dalam ancaman perang. Kita harus cerdas membaca situasi,” lanjutnya.
Ia mencontohkan kondisi di Nepal sebagai contoh situasi luar biasa yang memang menuntut darurat militer. Namun, selama aksi unjuk rasa di Indonesia, kekerasan tidak merata dan masih terkendali. Benny juga menduga ada pihak tertentu yang menunggangi aksi hingga terjadi kerusuhan.
Benny mengajak seluruh generasi muda untuk tidak terprovokasi narasi yang mengaitkan TNI dengan kepentingan politik tertentu. Menurutnya, tudingan semacam itu justru melemahkan soliditas bangsa. “Kita harus membela TNI. Mereka ada di garis depan menjaga kedaulatan. Jika ada pihak yang menyebarkan isu miring, aparat penegak hukum harus bertindak. Negara tidak boleh kalah dengan provokasi,” tegasnya.
Kesempatan lain Fungsionaris Persaudaraan Aktivis 98 Thomas Tarigan,SH,MH yang mengatakan unjuk rasa yang terjadi belakangan ini masih berada dalam koridor yang dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat serta demonstrasi yang marak belakangan ini, meskipun menimbulkan ketidaknyamanan dan berpotensi menimbulkan chaos, secara empirik masih berada dalam koridor hak konstitusional rakyat,”Ucap Thomas Tarigan,SH,MH kepada awak media Di Focal Poin Medan ( 13/9/25 ).
Thomas Tarigan,SH,MH menjamin hal ini belum otomatis memenuhi syarat pemberlakuan darurat militer ketentuan mengenai darurat militer diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut menyebutkan bahwa keadaan darurat dapat ditetapkan apabila keamanan negara terancam oleh pemberontakan, kerusuhan besar, atau bahaya yang mengancam persatuan dimana darurat militer baru relevan apabila demonstrasi berkembang menjadi pemberontakan bersenjata yang benar-benar mengancam keutuhan negara,Ungkap Thomas Tarigan,SH,MH.
Lebih lanjut, Thomas Tarigan,SH,MH menyampaikan, pemberlakuan darurat militer berisiko memicu terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembungkaman ruang demokrasi.
Selain itu, darurat militer juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik dan memburuknya citra Indonesia di mata internasional,penerapan darurat militer saat ini tidak tepat karena demonstrasi masih merupakan bagian dari proses demokrasi," jelas Thomas Tarigan,SH,MH
Menurutnya, dalam konteks saat ini, pemerintah sebaiknya melakukan pendekatan dialog, penegakan hukum, dan penguatan kanal komunikasi publik.
Kendati demikian, negara memiliki kewenangan untuk menertibkan kerusuhan dengan kekuatan penuh militer, sehingga potensi disintegrasi dapat dicegah,"Ucap Fungsionaris Persaudaraan Aktivis 98 Thomas Tarigan,SH,MH ( Tim )
0 komentar:
Posting Komentar