Samosir - Harian Swara Jiwa - Kasus penyerobotan tanah warisan di Kawasan Tano Ponggol Keluarahan Siogung – Ogung yang diadukan keluarga korban pada bulan Februari lalu di Polres Samosir terkesan di peti es kan tanpa ada perkembangan penyidikan setelah diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada Keluarga Korban N Br Haloho pada tanggal 22 April 2025 lalu.
Dari laporan pengaduan N Br Haloho LP/B/54/II/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMATERA UTARA Tanggal 07 Pebruari 2025 tentang dugaan tindak pidana “ Pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 dari KUHPIdana dan dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Lidik/73/II/2025 Tgl 13 Pebruari 2025 serta Surat Perintah Tugas Nomor SPT Lidik/117/II/2025.
Melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) b/230/IV/2025 Reskrim, Polres Samosir menjelaskan telah menginterogasi Korban dan Mantan Lurah dan telah meminta keterangan Lurah yang mengeluarkan surat tanah serta saksi bermarga Naibaho dan akan meminta keterangan dari saksi lainnya yang tertera dalam Surat Keterangan Hak Milik Nomor : 32.B/SKHM/KS/VI/2025 Tanggal 01 Juni 2010.
Informasi yang dihimpun wartawan ( 04/07)Namun sudah lebih 2 Bulan Pihak Polres Samosir belum juga kembali memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dan diduga kuat Pihak Polres Samosir bermain mata dengan keluarga pelaku dan diperoleh juga informasi tanah yang diserobot tersebut telah memiliki Sertifikat BPN Kab Samosir.
Kasat Reskrim Polres Samosir AKP Edward Sidauruk dikonfirmasi pekan lalu ( 27/06) Sebagaimana Perkembangan Hasil Penyidikan atas Laporan Nurmala Sihaloho? Kemarin SP2HP diberikan pada Tanggal 22 April 2025. Saat ini sdh akhir Bulan Juni. Sementara Kasus tersebut tergolong Kasus Mudah. Sesuai Peraturan Kapolri (Perkap), Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) diberikan kepada pelapor secara berkala, Tetap tidak bersedia memberikan keterangan.
Jika Polres tidak melanjutkan laporan kasus penyerobotan, ada beberapa kemungkinan penyebabnya. Laporan tersebut mungkin dinilai tidak memenuhi unsur tindak pidana, atau mungkin ada alasan lain yang membuat laporan tersebut tidak diproses lebih lanjut. Pelapor dapat meminta penjelasan dari Polres terkait alasan penghentian laporan dan meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) untuk mengetahui status penanganan kasus Jika SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) tidak dilanjutkan, artinya proses penyelidikan kasus yang dilaporkan dihentikan. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya bukti, tidak adanya unsur pidana, atau alasan lain yang membuat penyidik tidak bisa melanjutkan penanganan kasus tersebut.
Penjelasan lebih lanjut:
SP2HP: adalah surat yang wajib diberikan oleh penyidik kepada pelapor atau korban untuk memberitahukan perkembangan penanganan kasus yang dilaporkan.
Jika SP2HP tidak dilanjutkan, ini menandakan bahwa proses penyelidikan kasus tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Alasan penghentian penyelidikan bisa beragam, antara lain:
Tidak adanya unsur pidana: Berdasarkan hasil penyelidikan awal, ternyata tidak ditemukan unsur tindak pidana yang dilaporkan.
Kurangnya bukti: Bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk melanjutkan kasus ke tahap penyidikan.
Perkara tidak layak: Laporan dianggap tidak layak ditindaklanjuti karena berbagai alasan.
Pentingnya SP2HP: SP2HP berfungsi sebagai alat kontrol bagi pelapor untuk memantau perkembangan kasus yang dilaporkannya. Dengan adanya SP2HP, pelapor dapat mengetahui apakah laporannya ditindaklanjuti atau tidak.
Tindakan jika SP2HP tidak diberikan: Jika penyidik tidak memberikan SP2HP, pelapor dapat menanyakan perkembangan kasusnya kepada penyidik. Jika penyidik menolak memberikan informasi, pelapor dapat melaporkan hal tersebut kepada atasan penyidik atau ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) kepolisian.
Peran Propam: Divisi Propam bertugas untuk mengawasi kinerja anggota kepolisian dan menindaklanjuti laporan terkait pelanggaran etik atau disiplin anggota kepolisian.
Penghentian SP2HP menunjukkan bahwa proses penyelidikan kasus dihentikan. Pelapor memiliki hak untuk mengetahui alasan penghentian tersebut dan dapat mengambil langkah-langkah untuk memperjuangkan haknya, termasuk melaporkan jika ada indikasi penyimpangan dalam penanganan kasus
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) yang menjadi kewajiban penyidik untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan tidak terealisasi atau terlaksanakan dengan baik seperti laporan
pengaduan dengan nomor LP/157/XII/201B/SU/RES-MDN.5 Dalam Pasal 12 huruf c Peraturan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa
SP2HP merupakan informasi publik yang merupakan hak dari pelapor.
Pelaksanaan aturan dari ketentuan tentang pemberian SP2HP merupakan hukum acara yang wajib dilaksanakan oleh
penyidik
penyerahan SP2HP kepada
pelapor sebagai kewajiban penyidik dalam menjamin akuntabilitas dan transparansi
penyidikan.
P2HP merupakan layanan kepolisian yang memberikan informasi kepada masyarakat
sampai sejauh mana perkembangan perkara yang ditangani oleh pihak Kepolisian.Pemberian
SP2HP merupakan bentuk transparansi bagi pelapor.
Sehingga dengan adanya transparansi
penanganan perkara, masyarakat dapat menilai kinerja Kepolisian dalam menangani berbagai
perkara tindak pidana yang terjadi dimasyarakat.
Tanpa transparansi, maka dapat memunculkan
penyimpangan penegakan hukum.15
Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan.
Informasi penyidikan melalui SP2HP
disampaikan kepada pelapor, pengadu atau keluarga dan pimpinan atau atasan tersangka, khusus bagi tersangka berstatus sebagai PNS, TNI, Polri, dan penyelenggara negara lainnya. SP2HP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011.
0 komentar:
Posting Komentar