Jakarta, – Harian Swara Jiwa - Tak banyak yang tahu, di balik senyum lembut dan suara khasnya yang menenangkan anak-anak, di bumi pertiwi Prof. Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si., atau yang lebih dikenal sebagai Kak Seto, menyimpan luka lama yang membentuk jiwanya. Di usia 14 tahun, pria kelahiran Klaten, 28 Agustus 1951 itu harus menelan pil pahit: menjadi yatim di usia remaja. Ia mengenang getirnya hidup sebagai anak jalanan, tapi justru dari titik nadir itu, ia bangkit dan menjelma menjadi ikon nasional dalam perlindungan anak.
“Saya Pernah Makan Sisa Teman”
Dalam program “Muliakan Yatim” yang digelar oleh Dompet Dhuafa di Jakarta, Senin (14/7), Kak Seto mengisahkan kepedihannya tumbuh tanpa ayah.
“Saya umur 14 tahun juga yatim. Tapi karena banyak diberikan perhatian, saya percaya diri dan bisa survive,” ujar pria yang kini menginjak usia 73 tahun.
Bukan hanya bantuan finansial yang dibutuhkan anak-anak yatim, katanya, tetapi kehadiran, kasih sayang, dan ketulusan yang mampu menghangatkan luka batin.
“Bukan hanya dananya, tapi juga kehadirannya. Mereka butuh cinta dalam kehidupannya,” tegasnya.
Ia mengingat masa remajanya saat sekolah di SMA Negeri 3 Surakarta, ketika sepulang sekolah ia kadang memakan sisa makanan teman karena tak mampu membeli sendiri. Namun, justru dari lingkungan itulah ia belajar bertahan, dan dari situ pula tumbuh keberanian untuk bermimpi besar.
“Kalau anak dilatih positive thinking, maka dia akan tumbuh dan berkembang secara optimal.”
Riwayat Pendidikan Kak Seto: Bukti Kemenangan Anak Yatim
Perjalanan akademik Kak Seto merupakan bukti bahwa kasih sayang dan lingkungan positif bisa melahirkan manusia luar biasa.
1. SMA Sint Louis – Surabaya
2. Doktor dari Universitas Indonesia – Jakarta
Ketekunan dan kepekaan sosialnya kemudian menjadikan Kak Seto salah satu tokoh pelindung anak paling berpengaruh di Indonesia dan Asia Tenggara. Ia juga pernah menjadi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Kak Seto untuk Anak Yatim dan Bangsa:
1.”Bukan harta yang menguatkan anak yatim, tapi cinta yang membuat mereka tetap berdiri.”
2.”Setiap anak itu cerdas, hanya butuh ruang dan pelukan untuk bertumbuh.”
3.”Jangan abaikan kehadiranmu, sebab cinta; yang nyata tak selalu dalam bentuk uang.”
Seruan Moral untuk Bangsa
Kak Seto menegaskan pentingnya kerja sama semua pihak—masyarakat, negara, dan keluarga besar Indonesia dalam membesarkan anak-anak yatim. Potensi anak-anak ini, kata Kak Seto, akan tumbuh subur jika ditanam di ladang cinta dan disirami kepercayaan.
“Hargailah semua potensi mereka. Jadi mereka tumbuh dan berkembang dengan potensinya masing-masing.”
Dari Luka Menjadi Lentera
Kisah Kak Seto bukan hanya inspiratif tapi juga tamparan halus bagi bangsa ini agar lebih peduli dan menyentuh langsung kehidupan anak-anak yatim. Dari anak jalanan yang makan sisa teman, menjadi profesor dan pelindung anak bangsa di Bumi Pertiwi itulah Kak Seto.
(Pahala Sibarani)
0 komentar:
Posting Komentar