Wong Chun Sen/Ketua DPRD Medan |
Namun yang membuat aksi AGRA ini lebih bergolak dari biasanya adalah dugaan keterlibatan oknum Dinas Pemerintah Kota Medan, khususnya dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), dalam penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang kini jadi sorotan.
“Kami mencium bau busuk dari dalam birokrasi. PBG dan SHGB diterbitkan dengan kejanggalan yang mengarah pada praktik mafia tanah,” teriak Koordinator Aksi, Surya Dermawan Nasution, dalam orasinya yang membakar semangat demonstran.
Surya Dermawan Nasution menuding proyek milik PT Graha Sinar Mas sebagai bentuk penyerobotan atas hak milik sah warga bernama Yohannes, dan menyebut bahwa SHGB yang diterbitkan oleh BPN Medan patut diduga cacat hukum. Ia menegaskan bahwa ketidaktegasan Wali Kota Medan Rico Waas dalam mencabut izin lama hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat kecil.
“Jika Pemko tidak mencabut izin yang diterbitkan oknum Dinas Perkim kota Medan sebelumnya, maka Pemko terlibat membiarkan ketidakadilan dan membuka pintu lebar-lebar untuk mafia tanah,” tegas Surya lantang.
Tak hanya itu, massa menduga kuat ada aroma korupsi dalam proses perizinan. Mereka mendesak agar Pemko Medan mencabut PBG dan menghentikan pembangunan Pacific Palace secepatnya.
Situasi sempat memanas saat demonstran mengguncang pagar Kantor Wali Kota hingga nyaris roboh. Aparat keamanan berjaga penuh siaga sebelum akhirnya Sofyan, selaku Asisten Pemerintahan Pemko Medan, turun tangan menenangkan massa.
Sofyan berdalih bahwa PBG yang diterbitkan sudah sesuai prosedur. Namun penjelasan itu justru memantik kecurigaan lebih jauh dari publik.
Menariknya, dukungan terhadap penghentian proyek justru datang dari lembaga legislatif. Ketua DPRD Medan, Wong Chun Sen, Jumat 17 Juli 2025 menyatakan sikap tegas
“Kalau benar lahan tersebut masih berstatus sengketa, maka pembangunan harus dihentikan. Kami mendukung peninjauan ulang izin dan mendorong agar proyek Pacific Palace ditutup untuk menjaga keadilan dan ketertiban hukum di Kota Medan,” tegas Wong.
Pernyataan Wong membuka babak baru. Banyak pihak kini menunggu apakah Wali Kota Medan berani membersihkan sisa-sisa warisan kebijakan lama yang diduga busuk, atau justru memilih menutup mata demi kenyamanan birokrat yang bermain di bawah meja.
Sementara itu, publik bertanya: Apakah hukum hanya untuk yang kuat, atau masih bisa membela yang tertindas?
“Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga.”
Mafia tanah bisa menyusun dokumen serapi mungkin, namun kebenaran tetap akan menemukan jalannya – bahkan dari jeritan rakyat.( Pahala Sibarani )
0 komentar:
Posting Komentar